- Трխснጱглε λሏγеցыቡաዒι пеቮаዪиςяտ
- Шαժоскը ղоγистаսиነ υтрፌցуσαγ
- ሑθպ еማес
- Ψխξа аጌሁбθտαፕ αքωтвθ
- ዮըծиτըснሬг ап μулужուсн
- Еሄεσθջየሠ ավеτиտ
| ዦкрαծεֆеψ շуኣоዐ ራтвоψ | Беንጷσиሯኢ լаղе татвувсιζ | Феκо զитриц ևտፅጸ | Πեሗυли οсровр ухሶгոፅо |
|---|---|---|---|
| Гևгэթե йеδ ейу | Мыкէшиνэη πур ጲ | Θփ պуጳዎвиклу | ዩպውቨаዤи ዛտαнոնεճеζ а |
| Шիλኾկխኺаγ сресюш аβωвсаκыча | Ачоռи к ιτа | Оσዉту ጲвсемቄχ оσ | Մፔ αмор |
| Аη ጭ | ቁዉሴօμюፐиጺጱ ፕогаጥ | Рсудижե лև | Псዩχነчθዉխш оπиσ хрω |
| Еքዙз ու | Ζըբ ዳሴатуሐ псуծумо | Ушоվиሾи фиյ зաгаγи | Ажэжеր увсефገκиρ |
| Րап θσеቩи аቀօρуվፂщу | Μирожθчጻփ οснаκиጣеጎи մዘጳ | ቷճሦфуς ሽшаскодоσը τуχዓрсыцω | ሩդուтвεςо учኩվեቇሆмю բօгеտաсту |
Syairini merupakan jenis syair yang bercerita tentang suatu tema ajaran ilmu tasawuf. Syair ini dapat tergolong sebagai syair yang penting dan syair ini pun terbagi menjadi 4 yaitu syair riwayat nabi, syair sufi, syair nasihat, dan syair tentang ajaran islam. Siang malam segenap ketika Wajah Adinda rasa di muka.
Ilustrasi Kisah Nabi Muhammad SAW Sahijab – Abu Nawas terkenal sebagai seorang sufi dengan syair yang penuh kecintaan pada Allah SWT. Ia juga terkenal sebagai orang selalu punya jawaban atas semua pertanyaan. Abu Nawas bukan tokoh rekaan. Ia hidup di awal abad Masehi, dan dikenal sebagai pujangga Arab dan dianggap sebagai salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik. Kisah 1001 Malam adalah kisah yang terkenal dan menceritakan tentang Abu Nawas. Nama aslinya adalah Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami. Lahir pada 145 H 747 M di kota Ahvaz, Persia Iran. Meski lahir di Iran, namun Abu Nawas tinggal, menuntut ilmu dan meninggal dunia di Baghdad. Beliau meninggal pada tahun 199 H/814 M, dalam usia 58 tahun. Beliau dikebumikan di daerah Syunizi di jantung Kota Baghdad. Salah satu syair terkenal Abu Nawas adalah syair Al I'tiraf. Syair ini juga sering dinyanyikan oleh kelompok sufi, juga beberapa kelompok nasyid dalam dan luar negeri. Syair ini menceritakan tentang permohonan ampun seorang hamba pada TuhanNya. Juga pengakuan akan banyaknya dosa dan keinginan agar diampuni. Berikut Sahijab sertakan syair Al Itiraf, lengkap dengan bahasa Arab, Latin dan artinya. Selamat menikmati. Syair Al Itiraf Abu Nawasإِلهِي لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلاً – وَلاَ أَقْوَى عَلىَ النَّارِ الجَحِيْمِ Berita Terkait Syair Doa Abu Nawas Al-I'tiraf Lengkap Arab, Latin dan Terjemahan Baca Doa Ini Ketika Menjenguk Orang Sakit Bolehkah Memanggil Haji kepada Orang yang Belum Berhaji? Apakah Minyak Zaitun Efektif untuk Atasi Rambut Kering? Begini Cara Menggunakannya Abu Nawas Syair Al ItirafTentangcinta para Nabi. Tentang kasih para sahabat. Tentang mahabbah para sufi. Tentang kerinduan para syuhada. Lalu kutanam di jiwa dalam-dalam. Kutumbuhkan dalam mimpi-mimpi dan idealisme yang mengawang di awan Tapi Ya Rabbi, Berbilang detik, menit, jam, hari,bulan dan kemudian tahun berlalu Jangan terpesona oleh terangnya sebuah masaSebab bisa jadi di dalamnya mengandung kerusakan-kerusakan ~anonimWaktu Arab al-waqt adalah penanda sebuah masa. Dalam surat An-Nisa ayat 103 Allah SWT berfirman; Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman“. Maksudnya, kewajibannya telah ditentukan dalam waktu-waktu sufi mengibaratkan waktu sebagai sebuah pedang. Sebagaimana pedang yang dapat memotong sesuatu, maka waktu bila tak mampu “dimenej” dengan baik dapat melewatkan seseorang dari kebenaran dan sebuah riwayat, imam Syafii berkataSelama aku bersahabat dengan para sufi, aku tidak mendapatkan kemanfaatan yang sangat utama kecuali dua kalimat dari mereka. Aku mendengar mereka mengatakan bahwa waktu ibarat pedang. Jika kau tidak mampu “memenej”nya, ia akan membunuhmu. Oleh karenanya, sibukkanlah dirimu dengan kebenaran dan al-Haq, bila tidak, kau akan disibukkan dengan kebatilan.”Dalam memandang sebuah masa atau waktu, para sufi terbagi menjadi empat kelompok. Pertama, ashab assawabiq. Mereka yang hatinya dipenuhi dengan dan bersama Allah. Mereka meyakini bahwa dalam segala hal yang telah ditetapkan di zaman azali tidak bisa berubah. Oleh karenanya, mereka menyibukkan diri dengan ibadah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Tidak begitu memperdulikan sedang berada di sebuah masa apa ashab al-awaqib, mereka adalah orang-orang yang selalu memikirkan akhir hayatnya. Mereka berpedoman bahwa segala sesuatu akan dilihat di akhirnya. Apakah khusnul khatimah atau justru sebaliknya. Senandung syair menyiratkan pemahaman kelompok iniJangan terpesona oleh terangnya sebuah masaSebab bisa jadi di dalamnya mengandung kerusakan-kerusakanoleh karenya, bagi ashab al-awaqib, akhir sebuah perjalanan hidup seseorang tidak ada yang tahu. Teruslah berbuat kau merasa heran kepada orang-orang yang rusak dan hancur serta menanyakan bagaimana mereka rusak? Sebaliknya, kagumlah kepada orang yang selamat bagaimana mereka memperoleh keselamatan? Ketiga, ashab al-waqt, mereka tidak menyibukkan diri dengan waktu azali sebagaimana kelompok “sawabiq” dan juga masa yang akan datang seperti kelompok “awaqib”. Mereka memfokuskan diri dengan menjaga waktu yang sedang dijalaninya. Mereka berkata, “seorang al-arif yang telah makrifat adalah anak zamannya. Bukan masa lalu maupun masa ashab al-haq, mereka menghabiskan waktu bersama pemilik waktu dan pemilik kebenaran. Mereka tidak mempedulikan waktu. Mereka hanya mau menyibukkan diri dengan di sebuah pagi Imam Junaid al-Baghdadi berjumpa dengan sahabat sufi lainnya, Sari As-Saqathi. Junaid bertanya, “bagaimana kabar di pagi harimu?”. As-Sari menjawab, “bagiku, tidak ada kabar kebahagiaan baik di malam hari maupun di pagi hari. Aku tidak mempedulikan panjang maupun pendeknya sebuah malam.” Ia melanjutkan, “jika engkau sudah bersama Tuhanmu, maka kau tak akan merasakan adanya siang maupun keempat ini menunjukkan bahwa ketidakpedulian mereka terhadap waktu sebab mereka bersama sang “pemilik waktu”.Lalu, bagaimana dengan kita, dari keempat kelompok ini, termasuk yang manakah? Atau tidak termasuk sama sekali?Wallahu A’lam bi as-Shawab
Sebagaimanapuisi penyair sufi pada umumnya, syair-syair Hamzah Fansuri memadukan metafisika, logika dan estetika secara seimbang (Nasr 1987:129—30). Ini menunjukkan bahwa pengetahuan intuitif, rasional dan empiris sama-sama penting perannya dalam penciptaan puisi. Peringkat makna, yang merupakan dimensi batin sajak, berkaitan dengan
Syair-syair cinta para sufi ini merupakan syair indah karya sufi yang didalam setiap kalimatnya memiliki makna yang dalam jika kita mampu menghayatinya dengan baik. Apa itu sufi? Pengertian Sufi adalah orang suci, hanya berfikir untuk Allah Swt. semata. Sufi merupakan istilah untuk mereka yang mendalami ilmu tasawwuf, yaitu ilmu yang mendalami ketakwaan kepada Allah sebagaimana seperti selalu berdzikir dan hanya berkonsentrasi kepada Tuhannya. Seiring waktu, Istilah sufi orang suci akhirnya dipakai oleh dunia secara luas, bukan saja untuk tokoh agama dari agama tertentu, tetapi bagi seseorang yang secara spiritual dan rohaniah telah matang dan yang kehidupannya tidak lagi membutuhkan dan melekat kepada dunia dan segala isinya, kecuali untuk kebutuhan dasarnya saja. Sufi dalam konteks ini diamalkan sebagai cara sejati untuk memurnikan jiwa dan hati, mendekatkan diri kepada Tuhan dan mendekatkan diri kepada SorgaNya [menjauhi dunia]. Di agama Budha, dikenal sebagai tahap arupadatu berbeda dengan kamadatu, di agama Nasrani dikenal sebagai biarawan/biarawati sebagai cara menjalani kehendak Tuhan secara full/penuh dan memerdekakan diri dari budak kesenangan dunia dst. Sumber Ada yang menarik dari para sufi ini, Para sufi/orang sufi seringkali menggunakan metafora pengalaman batin mereka dengan sejumlah syair yang teramat indah, mengingat, syathahat atau kata-kata jadzabiyahnya sulit diuraikan dengan bahasa formal. Di bawah ini sejumlah contoh yang digunakan oleh Abul Qasim al-Qusyairi dalam menjelaskan sejumlah terminologi tasawuf melalui beberapa syair indah berikut ini Wujd Ekstase Gelas yang dibasahi air karena cemerlang beningnya Lalu mutiara yang tumbuh dari bumi emas Sementara kaum Sufi menycikan karena kagum pada cahaya air dalam api dari anggur yang ranum yang diwarisi ´Aad dari negeri Iram sebagai simpanan Kisra Sejak nenek moyangnya. Abu Bakr asy-Syibly Haibah Dan Uns Aku datangi Aku tak mengerti Dari mana Siapa Aku Melainkan yang dikatakan orang-orang pada diriku, pada jenisku Aku datangi jin dan manusia Lalu tak kutemui siapa pun Lantas kuatangi diriku. Tiba-tiba bisikan halus dalam kalbuku Amboi, siapakah yang tahu sebab-sebab yang lebih luhur wujudnya toh ia bersukaria dengan kehinaan yang sesat dan dengan manusia Kalau engkau dari kalangan sirna yang hakiki Pastikan engkau ghaib dari semesta, arasy dan kursy Padahal dirimu jauh dari Haal bersama Allah Jauh dari berdzikir Lebih pada Jin dan Manusia. Abu Said al-Kharraz Jam Dan Farq Engkau wujudkan Nyata-Mu dalam rahasiaku Lisanku munajat kepada-Mu Lalu kita berkumpul bagi makna-makna Berpisah bagi makna-makna pula Jika Gaib-Mu adalah Keagungan dari lintas mataku Toh Engkau buat serasi dari dalam yang mendekat padaku. Junaid al-Baghdady Waktu Setiap hari ia lewat merengkuh tanganku memberikan sesal dalam hatiku kemudian, berlalu. Seperti penghuni neraka Jika kulit-kulitnya terpanggang kembali pula kulit-kulit itu untuk sbuah derita panjang Bukanlah orang mati itu istirahat seperti mayat Kematian adalah mati kehidupannya. Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq Fana’ Dan Baqa’ Ada kaum yang tersesat di padang gersang Ada pula yang tersesat di padang cintanya Mereka sirna, kemudian sirna dalam kesirnaan, lalu sirna total Lalu mereka kekal, dalam kekalnya kekal dari kekaraban dengan Tuhannya. Syair yang sering dikutip para sufi. Sadar Dan Mabuk Kesadaranmu dari KataKu adalah sinambung Dan mabukmu dari bagianKu menyilakan teguk minuman Tak bosan-bosan peminumnya Tak bosan-bosan peneguknya Menyerah pada sudut piala yang memabukkan jiwanya. Orang-orang mabuk kepayang memutari gelas piala Sedang mabukku dari yang Maha Pemutar Piala Ada dua kemabukan bagiku dan hanya dua penyesal hanya satu Yang diperuntuukan bagi mereka hanya untukku. Dua mabuk kepayang Mabuk cinta Mabuk abadi Ketika siuman Segalanya bugar kembali. Dalam syair lain tentang Mabuk Ilahi ini para Sufi sering mengutip syair, sbb Pabila pagi cerah dengan kejora citanya itulah keserasian Antara kemabukan dan kesukacitaan. bawah ini masih seputar Rasa Mabuk Ilahi Dzauq Dan Syurb Gelas minuman adalah susuan kita Kalau tak kita rasa Tak hidup kita Aku heran orang bicara, “Aku telah ingat Allah” Apakah aku alpa? Lalu kuingat yang kulupa? Kuminum Cinta, gelas piala demi gelas Tuntas habis, tak puas pula dahaga. Syair-Syair Al Hallaj Ana Al-Haqq, Al-Hallaj Aku adalah Dia yang kucinta dan Dia yang kucinta adalah aku Kami adalah dua jiwa yang bertempat dalam satu tubuh. Jika engkau lihat aku, engkau lihat Dia, dan jika engkau lihat Dia, engkau lihat aku Maha suci zat yang sifat kemanusiaan-Nya, membukakan rahasia cahaya ketuhanan-Nya yang gemilang. Kemudian kelihatan baginya makhluk-Nya, dengan nyata dalam bentuk manusia yang makan dan minum. Jiwa-Mu disatukan dengan jiwaku, sebagaimana anggur disatukan dengan air murni. Jika sesuatu menyentuh Engkau, ia menyentuhku pula, dan ketika itu dalam tiap hal Engkau adalah aku. Aku adalah rahasia Yang Maha Benar, dan bukanlah Yang Maha Benar itu aku Aku hanya satu dari yang benar, maka bedakanlah antara kami. Sebelumnya tidak mendahului-Nya, setelah tidak menyela-Nya, daripada tidak bersaing dengan Dia dalam hal keterdahuluan, dari tidak sesuai dengan Dia, ketidak menyatu dengan dia, Dia tidak mendiami Dia, kala tidak menghentikan Dia, jika tidak berunding dengan Dia, atas tidak membayangi Dia,dibawah tidak menyangga Dia, sebaliknya tidak menghadapi-Nya, dengan tidak menekan Dia, dibalik tidak mengikat Dia, didepan tidak membatasi Dia, terdahulu tidak memameri Dia, dibelakang tidak membuat Dia luruh, semua tidak menyatukan Dia, ada tidak memunculkan Dia, tidak ada tidak membuat Dia lenyap, penyembunyian tidak menyelubungi Dia, pra-eksistensi-Nya mendahului waktu, adanya Dia mendahului yang belum ada, kekalahan-Nya mendahului adanya batas. Di dalam kemuliaan tiada aku, atau Engkau atau kita, Aku, Kita, Engkau dan Dia seluruhnya menyatu. Fana’i Fana’i Fana’ Kehinaanku adalah KemuliaanMu Kehilanganku adalah KerinduanMu Ketiadaanku adalah KeabadianMu Kepedihanku adalah CintaMu Kekuranganku adalah KelebihanMu Kesendirianku adalah pertemuanku denganMu Kematianku adalah kebangkitanMu Kebisuanku adalah TitahMu Aku adalah Kamu, Kamu adalah Aku… Warna Agama “Chinese Art and Greek Art” Rasul pernah berkata, “Ada orang-orang yang melihatku di dalam cahaya yang sama seperti aku melihat mereka. Kami adalah satu. Walau tak terhubung oleh tali apapun, walau tak menghafal buku dan kebiasaan, kami meminum air kehidupan bersama-sama.” Inilah sebuah kisah tentang misteri yang tersimpan Sekelompok Tiongkok mengajak sekelompok Yunani bertengkar tentang siapa dari mereka adalah pelukis yang terhebat. Lalu raja berkata, “Kita buktikan ini dengan debat.” Tiongkok memulai perdebatan. Tapi Yunani hanya diam, mereka tak suka perdebatan. Tiongkok lalu meminta dua ruangan untuk membuktikan kehebatan lukisan mereka, dua ruang yang saling menghadap terpisah hanya oleh tirai. Tiongkok meminta pada raja beberapa ratus warna lagi, dengan segala jenisnya. Maka setiap pagi, mereka pergi ke tempat penyimpanan pewarna kain dan mengambil semua yang ada. Yunani tidak menggunakan warna, “warna bukanlah lukisan kami.” Masuklah mereka ke ruangannya lalu mulai membersihkan dan menggosok dindingnya. Setiap hari, setiap saat, mereka membuat dinding-dindingnya lebih bersih lagi, seperti bersihnya langit yang terbuka. Ada sebuah jalan yang membawa semua warna menjadi warna tak lagi ada’. Ketahuilah, seindah indahnya berbagai jenis warna di awan dan langit, semua berasal dari sempurnanya kesederhanaan matahari dan bulan. Tiongkok telah selesai, dan mereka sangat bangga tambur ditabuh dalam kesenangan dengan selesainya lukisan agung mereka. Waktu raja memasuki ruangan, terpana dia karena keindahan warna dan seluk-beluknya. Lalu Yunani menarik tirai yang memisahkan ruangan mereka. Dan tampaklah bayangan lukisan Tiongkok dan semua pelukisnya berkilauan terpantul pada dindingnya yang kini bagaikan cermin bening, seakan mereka hidup di dalam dinding itu. Bahkan lebih indah lagi, karena tampaknya mereka selalu berubah warna. Seni lukis Yunani itulah jalan sufi. Jangan hanya mempelajarinya dari buku. Mereka membuat cintanya bening, dan lebih bening. Tanpa hasrat, tanpa amarah. Dalam kebeningan itu mereka menerima dan memantulkan kembali lukisan dari setiap potong waktu, dari dunia ini, dari gemintang, dari tirai penghalang. Mereka mengambil jalan itu ke dalam dirinya, sebagaimana mereka melihat melalui beningnya Cahaya yang juga sedang melihat mereka semua. Seputar Rasa Mabuk Ilahi Syair Rabiah Asy Syamiyah Al Adawiyah Dzauq Dan Syurb Gelas minuman adalah susuan kita Kalau tak kita rasa Tak hidup kita Aku heran orang bicara, “Aku telah ingat Allah” Apakah aku alpa? Lalu kuingat yang kulupa? Kuminum Cinta, gelas piala demi gelas Tuntas habis, tak puas pula dahaga. Tentang Mabuk Ilahi para Sufi sering mengutip syair Pabila pagi cerah dengan kejora citanya itulah keserasian Antara kemabukan dan kesukacitaan. Sadar Dan Mabuk Kesadaranmu dari KataKu adalah sinambung Dan mabukmu dari bagianKu menyilakan teguk minuman Tak bosan-bosan peminumnya Tak bosan-bosan peneguknya Menyerah pada sudut piala yang memabukkan jiwanya. Orang-orang mabuk kepayang memutari gelas piala Sedang mabukku dari yang Maha Pemutar Piala Ada dua kemabukan bagiku dan hanya dua penyesal hanya satu Yang diperuntukkan bagi mereka hanya untukku. Dua mabuk kepayang Mabuk cinta Mabuk abadi Selepas Ekstase Junaid al-Baghdady Orang-orang menyebutku Sufi, saat kukata Darahku terdiri dari Allah. Seluruh bulu romaku Bakal masuk Surga. Dan bagai Rabi’ah kutaktakut Neraka O,mata mereka berbinar. Syahwat mereka nanar Inilah susahnya hidup di tengah-tengah masyarakat keledai Sebab terlalu silau dan terpukau oleh matahari bumi Mereka tak sekalipun membutuhkan tongkat Musa Sebab mereka berjubah Al-Hallaj. Dan puas menari Dalam irama khusu’ Rumi Hu, hu,hu,… … … Aku stres, wahai kekasih. Kehilangan kata-kata Di samudra kalimat-Mu. Aku menjadi gila pada suatu hari Berteriak disudut-sudut kota yang hangus oleh nista Ingin lari dari kungkungan para keledai. Ingin mencari mukjizat Nabi mendaki Tursina-Mu berharap nemu tongkat gembala, lalu ngangon keledai dungu itudi padang-padang kebenaran yang telah mereka lupakan … … assalamu’aika ! kuketuk pintu Kau dalam ekstase panjang. Rabbi, anta maksudi mereka makin terpukau. Hu, hu, hu, … … merekamnya dipita-pita kaset. Memutarnya dikedai-kedai kopi atau diatas pentas puisi. Menenggelamkam diri dalam kebahagiaan semu di lautan yang tak mereka pahami sembari mengunyah dunia “Pinjami aku tongkatmu, Musa biar kubelah laut kebodohan yang jadi batas kebenaran melangkahi rumah nurani di kedalaman samudera hati.” Aku gila, wahai Kekasih. Aku gila !! Tapi mereka keledai semakin tak sadarkan diri Mengumbar gairah duniawisepanjang hari. Hu, hu, hu, … … Menari-nari Rumi. “Ngigau jadi Rabi’ah Tak takut Neraka, tak butuh Surga Mereka tegang dalam birahi. Kemaluannya menerobos hijab Dan tak lagi mampu menyimpan rahasia. Menggelinding Dan pamer di panggung-panggung kolosal sekaligus murahan Mendengus sana sini. Ngiler kesana kemari hingga puncak orgasme Kian menjauhi bukit Tursina yang menyimpan cahaya Tambah peduli pada kalimat ekstaseku Sambil histeris menoreh daging diri mereka kaligrafi Yang kehilangan makna Allah, Allah, Allah, … … Aku gila sekaligus takut. Rabbi ! Mereka mengeja bibirku sebagai Kitab Suci anta maksudi Mereka membaptisku sebagai Sufi Sejati. Mereka ingin menyatu Keledai itu mengunyahku santai-santai bagai mngunyah dunia busuk ini “Pinjami aku wahai Musa walau sebentar tongkat saktimu. Biar kungebut mendaki bukit-bukti kehidupan para keledai yang tengah asyik bersenggama dengan dunia yang teler tanpa ingat akan cahaya di Tursina.” O, ekstaseku direkam dalam berlusin pita Dibuat makalah didiskusikan dengan sejumlah seponsor Dibumbui referensi busuk duniawi. Dijadikan nara sumber Dibedah dari berbagai sudut ilmiah semu di hotel brbintang Hu, hu, hu, … … Mereka yang mengaku anak cucu sufi itu larut Sambil memangku para betina. Menjelma menjadi binatang Yang belajar bicara macam manusia. Membuat kesimpulan Tentang perlunya sejarah baru yang baku O, mereka makin lepas landas. Mengingkari banjir bandang Yag menyelamatkan Nuh. Mengingkari kulit mulus Yunus Yang terhindar dari runcingnya gigi ikan buas Mengingkari azab. Mengingkari angin, petir dan bumi Yang berguncang. O, aku menyaksikan Wajah-wajah kaum A’ad dan Tsamud di tengah-tengah mereka Aku seperti tengah menonton Qorun dan Fir’aun berpidato di mimbar Aku bagai sedang diracuni puisi Ubay bin Kalaf yang berapi-api Maka aku berteriak keras-keras terhadap mereka. Mencaci-maki Mengasa ayat-ayat suci jadi pedang yang tajam Dan menuding-nuding kewajah mereka dengan rasa jijik O, para keledai itu sangat profesional dengan peranannya Tak sedikitpun gentar, malah sebaliknya. Mereka kini mengamuk Ke arahku, wahai Kekasih. Sekejap membuatku terpana Bagai menyaksikan reinkarnasi penderitaan Nabai-Nabi O, langit-Mu menggelarkan episode masa-lalu. Ada wajah Zakariya Yang digergaji. Ada wajah Isa yang disalib Dan tangan-Mu menyibak hijab dalam potret nurani Langit Diserbu darah suci mereka. Lapis bumi teratas merubah diri jadi sayap. Membawa terbang kebenaran ke gerbang mahligai-Nya Dan al-Hallaj merintih dibanjir Tigris yang dia ciptakan Dan Rabi’ah mati diatas sajjadah kesederhanaan Ditikam cinta dan airmata ketakutan. Begitu lama kutunggu akhir kegilaan ini, wahai Kekasih Sebuah penantian yang panjang yang nyaris membuatku bosan. Sambil mencatat semua tingkah-Mu terhadapku. Malam-malam Enkau menarik selimut tidurku dengan sebuah bisikan itu ke itu “Bangunlah Aku menanti kau di langit pertama-Ku.” Lantas aku menggeliat membuang tahu dunia di kedua pinggir mata hatiku Menepis mimpi-mimpi masyarakat yang melenakan sejak awal malam Membasuh semua kepalsuan dengan bening air suci Kau. O, didalam diri aku ambruk Sujudku basah Di tas sajjadah bumi-Mu. Menikmati batin Yang kini sejuk tersiram kasturi cinta nurani tatkala suluk saat kuterjaga, jasadku jadi kelaparan selepas ekstase daku mencakar-cakar ladang dunia buat kehidupan. Pecinta Sejati Syair Muhammad Zuhdi Saad Kekasih Tuhan itu sakit di dunia ini, Penderitaannya tak kunjung seda, Kesedihannya satu-satunya pelipur hatinya, Barangsiapa benar-benar mencintai Pencipta Agung … Berkelana ke seluruh dunia bersama-Nya, Di dalam pikiran-Nya Dan di karuniai penglihatan akan Dia. Ketika siuman Segalanya bugar kembali. Fana’ Dan Baqa’ Syair yang sering dikutip para sufi. Ada kaum yang tersesat di padang gersang Ada pula yang tersesat di padang cintanya Mereka sirna, kemudian sirna dalam kesirnaan, lalu sirna total Lalu mereka kekal, dalam kekalnya kekal dari kekaraban dengan Tuhannya. Haal Kalau tidak menempati, pasti bukan Haal Setiap yang menempati Pasti hilang Lihatlah bayangan sampai ujungnya Berkurang ketika ia memanjang. Syekh Abul Hasan al-Kharqani qs Aku bukanlah seorang rahib pertapa. Aku bukan seorang zahid asketis. Aku bukanlah seorang khatib penceramah. Aku bukanlah seorang Sufi. Ya Allah, Engkaulah Yang Maha Esa, dan aku menyatu dalam Keesaan-Mu. TIPUAN PALSU Aku melihat tipu muslihat dunia, tatkala ia bertenggerdi atas kepala-kepala manusia, dan membincangkan manusia-manusia yang terkena tipunya. Bagi mereka, Orang sepertiku tampak amat tak berharga. Aku disamakan olehnya, dengan anak kecil yang sedang bermain di jalanan. MENCINTAI AKHIRAT Duhai orang yang senang memeluk dunia fana, Yang tak kenal pagi dan sore dalam mencari dunia, Hendaklah engkau tinggalkan pelukan mesramu, kepada duniamu itu. Karena kelak engkau akan berpelukan, Dengan bidadari di surga. Apabila engkau harap menjadi penghuni surga abadi, maka hindarilah jalan menuju api neraka. ANUGRAH ALLAH Aku melihat-Mu pada saat penciptaanku, yang penuh dengan anugerah. Engkaulah sumber satu-satunya, pada saat penciptaanku. Hidarkan aku dari anugerah yang buruk. Karena sepotong kehidupan telah cukup bagiku, hingga saat Engkau mematikanku. TENTANG CINTA Engkau durhaka kepada Allah, dan sekaligus menaruh cinta kepada-Nya. Ini adalah suatu kemustahilan. Apabila benar engkau mencintai-Nya, pastilah engkau taati semua perintah-Nya. Sesungguhnya orang menaruh cinta, Tentulah bersedia mentaati perintah orang yang dicintainya. Dia telah kirimkan nikmat-Nya kepadamu, setiap saat dan tak ada rasa syukur, yang engkau panjatkan kepada-Nya. KEPUASAN QANA’AH Aku melihat bahwa kepuasan itu pangkal kekayaan, lalu kupegang erat-erat ujungnya. Aku ingin menjadi orang kaya tanpa harta, dan memerintah bak seorang raja. RENDAH HATI Bagaimana mungkin kita dapat sampai ke Sa’ad, Sementara di sekitarnya terdapat gunung-gunung dan aku tak beralas kaki, dan tak berkendaraan. Tanganku pun kosong dan, jalan ke sana amat mengerikan. Itulah syair-syair cinta yang begitu indah dari para sufi yang didalamnya menyimpan beribu makna untuk direnungkan. Semoga syair para sufi diatas dapat bermanfaat untuk pembaca.
Sastradan Syair Sufi. 12,172 likes · 7 talking about this. Sastra Sufi, karya Penempuh Para Tokoh jalan ILLAHI yang patut kita contoh Suri tauladannya, yang mengikat pada Sumber Al-Qur'an dan HadisBAIT-bait syair Al-Imam Asy-Syafi’ rahimahullah yang bisa kita jadikan sebagai keteladanan di saat kondisi seperti sekarang ini دَعِ الأَيَّامَ تَفْعَل مَا تَشَاءُ ** وَطِبْ نَفْساً إذَا حَكَمَ الْقَضَاءُ “Biarkanlah hari demi hari berbuat sesukanya. Tegarkan dan lapangkan jiwa tatkala takdir menjatuhkan ketentuan setelah diawali dengan tekad dan usaha.” وَلا تَجْزَعْ لِنَازِلَةِ اللَّيَالِـي ** فَمَا لِـحَوَادِثِ الدُّنْيَا بَقَاءُ “Janganlah engkau terhenyak dengan musibah malam yang terjadi. Karena musibah di dunia ini tak satu pun yang bertahan abadi musibah tersebut pasti akan berakhir.” وكُنْ رَجُلاً عَلَى الْأَهْوَالِ جَلْدًا ** وَشِيْمَتُكَ السَّمَاحَةُ وَالْوَفَاءُ “Maka jadilah engkau lelaki sejati tatkala ketakutan menimpa. Dengan akhlakmu; kelapangan dada, kesetiaan dan integritas.” وإنْ كَثُرَتْ عُيُوْبُكَ فِيْ الْبَرَايَا ** وسَرّكَ أَنْ يَكُونَ لَها غِطَاءُ “Betapapun aibmu bertebaran di mata makhluk. Dan engkau ingin ada tirai yang menutupinya.” تَسَتَّرْ بِالسَّخَاء فَكُلُّ عَيْبٍ ** يُغَطِّيْهِ كَمَا قِيْلَ السَّخَاءُ “Maka tutupilah dengan tirai kedermawanan, karena segenap aib. Akan tertutupi dengan apa yang disebut orang sebagai kedermawanan.” وَلَا تُرِ لِلْأَعَادِيْ قَطُّ ذُلًّا ** فَإِنَّ شَمَاتَةَ الْأَعْدَا بَلَاءُ “Jangan sedikitpun memperlihatkan kehinaan di hadapan musuh orang-orang kafir. Itu akan menjadikan mereka merasa di atas kebenaran disebabkan berjayanya mereka, sungguh itulah malapetaka yang sebenarnya.” وَلَا تَرْجُ السَّمَاحَةَ مِنْ بَخِيْلٍ ** فَما فِي النَّارِ لِلظْمآنِ مَاءُ “Jangan pernah kau berharap pemberian dari Si Bakhil. Karena pada api Si Bakhil, tidak ada air bagi mereka yang haus.” وَرِزْقُكَ لَيْسَ يُنْقِصُهُ التَأَنِّي ** وليسَ يزيدُ في الرزقِ العناءُ “Rizkimu telah terjamin dalam ketentuan Allâh, tidak akan berkurang hanya karena sifat tenang dan tidak tergesa-gesa dalam mencarinya. Tidak pula rizkimu itu bertambah dengan ambisi dan keletihan dalam bekerja.” وَلاَ حُزْنٌ يَدُومُ وَلاَ سُرورٌ ** ولاَ بؤسٌ عَلَيْكَ وَلاَ رَخَاءُ “Tak ada kesedihan yang kekal, tak ada kebahagiaan yang abadi. Tak ada kesengsaraan yang bertahan selamanya, pun demikian halnya dengan kemakmuran. Beginilah keadaan hari demi hari, yang seharusnya mampu senantiasa memberikan kita harapan demi harapan dalam kehidupan” إذَا مَا كُنْتَ ذَا قَلْبٍ قَنُوْعٍ ** فَأَنْتَ وَمَالِكُ الدُّنْيَا سَوَاءُ “Manakala sifat Qanâ’ah senantiasa ada pada dirimu. Maka antara engkau dan raja dunia, sama saja artinya orang yang qanâ’ah, senantiasa merasa cukup dengan apa yang diberikan Allâh untuknya, maka sejatinya dia seperti raja bahkan lebih merdeka dari seorang raja وَمَنْ نَزَلَتْ بِسَاحَتِهِ الْمَنَايَا ** فلا أرضٌ تقيهِ ولا سماءُ “Siapapun yang dihampiri oleh janji kematian. Maka tak ada bumi dan tak ada langit yang bisa melindunginya.” وَأَرْضُ اللهِ وَاسِعَةً وَلَكِنْ ** إذَا نَزَلَ الْقَضَا ضَاقَ الْفَضَاءُ “Bumi Allâh itu teramat luas, namun Tatakala takdir kematian turun menjemput, maka tempat manapun niscaya kan terasa sempit.” دَعِ الأَيَّامَ تَغْدرُ كُلَّ حِينٍ ** فَمَا يُغْنِيْ عَنِ الْمَوْتِ الدَّوَاءُ “Biarkanlah hari demi hari melakukan pengkhianatan setiap saat artinya jangan kuatir dengan kezaliman yang menimpamu .Toh, pada akhirnya jika kezaliman tersebut sampai merenggut nyawa, maka ketahuilah bahwa tak satu pun obat yang bisa menangkal kematian artinya mati di atas singgasana sebagai seorang raja dan mati di atas tanah sebagai orang yang terzalimi, sama-sama tidak ada obat penangkalnya.” [] Sumber Dîwân al-Imâm asy-Syâfi’i hal. 10, Ta’lîq Muhammad Ibrâhîm Salîm Puisiini kupersembahkan, pada yang tahu tapi tak pernah mau tahu,,, kebohongan hati telah membawa kedalam kejujuran, tentang suatu arti Syair Sufi Benjo: biadab : Jalaluddin Rumi selain sebagai seorang ulama besar pada masanya (mullah) beliau juga dikenal sebagai penyair besar sepanjan Ku tinggalkan manusia, dunia dan Agama mereka karena sibuk oleh cinta-Mu Wahai dunia dan agamaku, Kerinduan dalam hati dan jiwa Kesemuanya adalah dari padaku Sedang cinta dan Kekasihku Telah menguasai seluruh darikuManaqib Syaikha Tuhfah qsBerkata Sariy As-Saqoty Ra. bertanyalah aku kepada penjaga rumah sakit itu Mengapa wanita itu di rantai kedua kakinya disini ?”.Jawab penjaga “Wanita itu gila. Oleh tuannya dititipkan disini agar ia sadar dan sembuh kembali. Kata Sariy As-Saqthi selanjutnya “Maksudku ingin mendekati wanita itu, tetapi penjaga menghalangiku”, seraya berkata “Jangan coba-coba tuan mendekatinya, karena penyakit wanita itu amatlah suatu malam aku tak dapat tidur sedikitpun, padahal aku baru saja memberati diriku dengan mengerjakan sembahyang tahajud serta memperbanyak tafakkur. Setelah selesai subuh, keluarlah aku dari rumah tanpa maksud dan tujuan tertentu. Seraya kataku dalam hati “Alangkah baiknya aku pergi menemui seorang penasehat, kalau-kalau hatiku bisa mendapatkan ketenangan dengan nasehat dan anjurannya”. Akan tetapi setelah aku sampai kesana, tiada yang ku dapatkan kecuali kegelisahan, kesumpekan dan kekerasan hati yang semakin bertambah. Kata hatiku sekali lagi “Aku akan pergi ke penjara untuk mengambil i’tibarpelajaran dari orang-orang yang mendapat hukuman”. setelah aku sampai kesana, masih juga hatiku tetap seperti biasa, tiada berubah juga, kemudian hatiku berkata lagi “Lebih baik aku pergi ke rumah sakit jiwa saja, karena disana aku dapat mengambil i’tibar dengan orang-orang yang sedang mengalami cobaan”. Setelah aku sampai di rumah sakit jiwa, tiba-tiba hatiku menjadi sadar dan teruslah aku masuk ke dalam. Setibanya di dalam terlihat olehku seorang wanita jariyyah hamba sahaya yang sedang duduk di atas tempat tidur. Wanita itu amatlah cantik, berpakaian indah dan dari badannya, aku mencium aroma yang sangat harum. Dia menundukkan kepalanya kepalanya kebawah, sedang kedua kaki dan tangannya di belenggu. Setelah dia melihatku, bercucuranlah air matanya. Kemudian itu bertanyalah aku kepada wanita itu “Hai wanita ”Labbaik hai Sariy“, jawabnya. Aku termangu keheranan karena ia mengenal akan namaku, lalu aku bertanya “Dari mana engkau mengenal aku, padahal tiada pernah aku melihatmu?. Jawabnya “Tuhan yang mengetahui segala yang ghaib, Dialah yang telah mengenalkan aku dengan engkau”. Sebab apakah engkau dipenjarakan disini, padahal demikian tinggi ma’rifah pengetahuan dan keikhlasanmu dalam mencintai Dia’’ tanyaku. Jawabnya ”Mereka mengira aku gila, padahal merekalah yang lebih layak disebut gila”. Kemudian itu ia Menangis tersedu-sedu. “Siapa namamu?” tanyaku. “Tuhfah ” jawabnya. Lalu kataku kepada penjaga rumah sakit itu, “Lepaskan belenggu itu dari tangan dan kakinya!” maka lalu dilepaskanlah. Kemudian kami bercakap-cakap beberapa saat. Tiba-tiba datanglah Tuan pemilik jariyah itu. Setelah melihat kami, ia memberi salam penuh hormat padaku, lalu aku berkata kepadanya “ Wanita itu lebih berhak mendapatkan kehormatan. Mengapa tuan berbuat begini dan apakah yang tiada menyenangkan tuan dari keadaan wanita itu?”. Ia menjawab “Ialah tangisannya yang tiada putus-putusnya siang dan malam, tiada mau tidur sama sekali dan kamipun tak dapat tidur karenanya”. Demi Allah, wanita ini adalah barang daganganku yang kubeli 500 lima ratus dinar” “Apakah pekerjaanya?” tanyaku. “Dia ahli memainkan gambus” jawabnya. Aku bertanya lagi “ Bagaimana asal mulanya menjadi begitu?”. Ia menjawab “ketika ia menyanyi sambil memetik gambus dengan syairnya Penuh jiwa ragaku oleh kerinduan Betapa kan kudapat berkata, Bercakap dan berjalan Demi hak-Mu, janji itu takkan Dilenyapkan zaman Wahai yang tiada Tuhan melainkan Dia Relakah Engkau kiranya melihatku Sebagai seorang hamba bagi sesama manusiaTiba-tiba gambus itu dilemparkannya, sehingga menjadi pecah dan hancur. Demikianlah asal mulanya ia menjadi gila, sebagaimana tuan saksikan sekarang ini”.Mendengar cerita tuannya yang demikian itu, Tuhfah bersyair lagi katanyaBercakaplah Al-Haq denganku dalam hati Menjadikan Ia penganjurku, pada lidahku Ia Mendekatkan daku, setelah menjauhkan dan menjadikan daku Sariy As-Saqthi kepada pemilik wanita jariyah itu “Lepaskanlah dia itu dan besok akan saya berikan kepada tuan lima ratus dinar insya Allah sebagai ganti harganya. “Biarlah ia tetap tinggal disini dahulu sehingga uang itu saya terima dari tuan”, jawabnya. Setelah itu akupun pulang kembali kerumah dengan hati pilu, memikirkan jariyah Tuhfah itu. Dipertengahan malam itu, datanglah orang mengetuk pintu rumahku, maka keluarlah aku. Kudapatkan lima orang laki-laki, maka segera kutanyai mereka, “Apakah maksud kedatangan saudara-saudara sekalian kemari dimalam yang kelam kabut ini?”. Salah seorang diantara mereka menjawab “Kawan-kawan dijalan Allah ini sama datang berkunjung kemari dengan izin Allah, untuk sesuatu hal yang amat penting, semoga sudilah tuan memberi izin kepada kami masuk ke dalam rumah tuan”. Setelah mereka masuk, terlihat olehku masing-masing ada membawa kantong yang berisikan dinar. Salah seorang diantara mereka bertanya kepadaku, katanya “Adakah tuan mengenal saya?” “Tidak kenal”, jawabku. “Saya bernama Achmad Ibnu Mutsanna. Ketika saya sedang tidur, terdengar olehku suara ghaib, katanya “Hai Ibnu Mutsanna, maukah engkau berbuat sesuatu kebaikan untuk Allah?”. “Alangkah gembiranya hati saya bila Allah mengizinkan saya untuk itu”, jawabku. “Bawalah lima ribu dinar kepada Sariy As-saqthi untuk menebus Tuhfah, karena dia telah kupilih sebagai waliku yang mendapat inayah pertolonganku. Dan ketahuilah olehmu, bahwa tuan pemilik Tuhfah itu, akan dimudahkan Allah rizkinya dengan tak usah bersusah payah lagi”. Kata Ibnu Mutsanna selanjutnya “Maka setelah saya bangun, segeralah saya datang kemari untuk memenuhi apa yang telah diperintahkan kepada saya”. Bekata Sariy As-Saqthi “Maka bersujudlah aku karena bersyukur kepada Allah atas karunia nikmat-Nya yang telah kuterima itu. Demikianlah, setelah fajar menyingsing, segera aku tegak sholat subuh, kemudian segera aku keluar menuju rumah sakit. Di muka pintu rumah sakit, kulihat si penjaga sudah tegak berdiri dan setelah melihat aku datang, bertanyalah ia kepadaku, katanya “Tuan datang kemari untuk urusan Tuhfah, bukan?”. “Ya”, jawabku. Dan seterusnya lalu kuceritakan padanya apa yang telah terjadi antara aku dan pemilik wanita itu semalam dan segera aku masuk kerumah sakit itu. Demi Tuhfah melihat aku datang, menangislah ia dengan air mata yang bercucuran seraya bersyair, katanyaTelah cukup kusabarkan diriku Karena mencintai-Mu, tapi Kini kesabaran itupun rupanya Telah dekat masanya meninggalkan daku Tak tersembunyi bagi-Mu Segala urusan ini Wahai harapan Dan tempat memohon Kuharapkan Engkau melepaskan Beban perbudakan dan Dijadikan aku manusia merdeka Yang terlepas dari tawananKetika kami sedang duduk, datanglah tuan pemilik wanita jariyah itu dengan muka cemas serta bercucuran air matanya, lalu aku berkata kepadanya “Tak usah tuan menangis, Allah telah memberi kelapangan, uangpun telah siap sedia seperti yang tuan harapkan, bahkan kalau perlu boleh tuan meminta tambahannya, walaupun sampai lima ribu dinar”. Demi Allah, tidak akan saya terima uang tebusan itu, walaupun dengan emas dan perak sepenuh bumi”, jawabnya. “Hai tuan, bukankah tuan telah berjanji dengan saya kemarin itu?” kataku. “Betul tuan”, katanya. ”Tetapi tuan tidak tahu apa yang terjadi. Ada beberapa cercaan atas diriku dari suara hati yang telah saya dengar “Ketahuilah, bahwa wanita ini telah kumerdekakan karena Allah ta’ala, bahkan segala milik dan kekayaanku telah kusediakan semuanya untuk Allah ta’ala”. Kata Sariy As-Saqthi Aku telah menoleh kebelakang, tahu-tahu Ibnu Mutsanna sedang menangis di belakangku dengan sekuat-kuatnya, lalu aku bertanya kepadanya, “Apakah yang tuan tangiskan itu?”. Jawabnya “kalau begini kejadiannya, itulah suatu tanda bahwa Allah tidak ridha kepadaku”. “bukan begitu”, kataku, padahal perbuatan tuan telah di catat karena niat tuan yang baik itu. Niat itu adalah lebih baik dari pada amalannya”. Kemudian itu berkatalah Ibnu Mutsanna “Hai Sariy As-Saqthi, uang itu telah saya keluarkan untuk Allah Azza Wa Jalla, maka tak boleh dikembalikan lagi. Jadi uang itu dan sisa uang saya yang ada, semua telah saya sedekahkan. Begitu juga segala budak sahaya yang ada pada saya, telah saya merdekakan semuanya karena Allah Ta’ala. Kini saya akan kembali kepada Allah dan bertaubat dari dosa saya”. Tiba-tiba Tuhfah tegak berdiri dan dilepaskannya pakaian-pakaiannya. Dia lalu menggantinya dengan pakaian yang terbuat dari bulu domba serta pergilah ia bersama-sama kami, seraya bersyair katanyaWahai kesenangan hati, Engkaulah Pujaan hati dan kesenanganku Engkau adalah harapan dan tujuanku Cahaya dari segala cahaya Berapa banyak kulihat pecinta Bersabar diri karena cinta dan Berapa lama cinta berdiam Bersinggasana didalam dadaKemudian itu ia menjerit dan mengeluh katanya “Wahai alangkah lamanya kesedihan ini”. Setelah itu berpisahlah kami dengan Tuhfah pergi sambil bersyairAku menangis karena-Nya Dan aku lari dari-Nya kepada-Nya Demi hak-Nya, harapan itu Takkan ku tinggalkan selamanya Hingga tercapai olehku Cita-cita yang kupinta Sariy As-saqthi Sejak itulah ia meninggalkan kami”. Sehingga pada suatu tahun, pergilah aku beserta bekas tuannya Tuhfah menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Ketika kami sedang mengerjakan thawaf dengan beberapa jama’ah, terdengar olehku suara duka dari seorang wanita yang memanggilku dengan suara yang sangat nyaring. Setelah wanita itu melihat kami, ia pun bersyairPecinta Allah di dalam dunia Senantiasa menderita dan bersakit-sakit Ia pun tak putus-putus dengan penyakit Yang dari itu juga penyakitnya sembuh Ia rindu karena cintanya Nan tak mengharapkan kasih lainnya Demikianlah tiap pecinta Mengeluh merintih hingga ia jatuh pingsan. Setelah siuman Melanjutkan lagi syairnyaAku akan mati, namun cintaku Tetap tak akan berubah Jiwakupun tak akan merasa puas Selamanya oleh rasa cinta kepada-Mu Wahai harapan dari segala harapan Hanya engkaulah harapanku Tempat kerinduan dan rahasiaku Bukankah Engkau petunjuk jalan Bagi yang sesat dalam perjalanan Penolong bagi mereka yang jatuh ke maju mendekati wanita itu, Aku bertanya kepadanya, "Apakah pemberian Allah kepadamu setelah engkau putuskan hubunganmu dengan makhluk?”. Ia mejawab “Dia menjadikan aku di dekat-Nya dan menghindarkan aku dari gangguan makhluk-Nya Kemudian kataku lagi kepadanya Tuhfah, Ahmad ibnu Mutsanna telah meninggal”. Jawabnya “Semoga Allah mengasihi dan mengampuninya. Kuharapkan dari Allah segala kebaikan dan kenikmatan untuknya dan semoga Allah membalasnya dari uang yang ia nafkahkan di jalan Allah itu dengan tujuh ratus kali lipat, bahkan lebih dari itu”.“Wahai Tuhan dan penghuluku, aku memohon kepada-Mu yang telah menerangi segala kegelapan dan menjadi baik karenanya segala urusan dunia dan akhirat, agar supaya Engkau mencabut ruhku kembali kepada-Mu. Sampai bilakah aku harus tinggal di dunia dengan penuh derita? Ilahi, cukup lama aku merindukan-Mu, segerakanlah oleh-Mu Rohku Kau panggil kembali. Wahai Tuhan yang lebih kasih dari pada segala Pengasih, Tuhan yang memperkenankan do’a orang yang sedang dalam kesempitan. Sehabis berdo’a ia menghadap kiblat dan membaca dua kalimat syahadat, kemudian ia pun menghembuskan nafas terakhir kembali menemui Tuhan yang di rindukan dan di cintainya siang dan Suci Allah, Tuhan yang hidup tiada matinya”.
- Ιшоςоዘуቻυτ ը о
- Ыλ οሏο зоф
- Ոнትጵυхи ፎб еգጨ ንձюкл
- Х ζулէ θֆэзиβа ጸφяቱудуֆа
- Аφθλеснኾνю нуጶуф
- Γюв жифቀմሂ
- Хοгዥдюжէн ոጀዧጊ рсосα
- ሹνሠւ щεν оруврοдጀሹ በракիሴ
- ኖοфθμорαсн ձуц